Oleh : Ahsin Sakho Muhammad
Mukaddimah.
Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah untuk seluruh manusia sebagai pegangan dan penuntun hidup mereka. Namun yang bisa mengimplementasikan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya adalah mereka yang sudah benar-benar masuk dalam satu komunitas muslim yang mengakui kenabian Nabi Muhammad SAW. Tanpa persyaratan demikian akan sulit untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut.
Kesulitan tersebut muncul karena pertama : Al-Qur'an membawa seperangkat paket nilai yang utuh yang sulit diimplementasikan kecuali oleh seorang muslim. Al-Qur'an menginginkan agar tata nilai tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, tidak boleh setengah-setengah. Paket Akidah harus bersama-sama dengan paket syari'ah dan akhlak. Pemisahan diantara paket-paket tersebut hanya akan mengakibatkan ketidak utuhan dalam sendi-sendi agama yang jelas akan membawa konsekwensi yang negatif terhadap ajaran Islam itu sendiri. Dalam arti kata lain, jika ada orang luar Islam yang ingin mengimpiementasika kandungan Al- Qur'an dalam kehidupan mereka tanpa didasari oleh satu keimanan yang kokoh dan kuat, maka hal tersebut hanya akan terjadi ketimpangan. Nilai efektifitasnya akan sangat berkurang. Dan bisa-bisa akan mengalami kegagalan. Jika ada orang yang mengatakan bahwa orang barat pada saat ini sebenarnya sudah mengerjakan apa yang diinginkan oleh Islam, hanya saja mereka belum masuk Islam, maka hal tersebut bisa benar dari satu sisi, tapi tidak benar dari sisi yang lain, yaitu bahwa kehidupan bukan didasarkan atas fenomena lahiriah saja, tapi juga menyangkut spiritualitas dan transendensi.
Kedua: Al-Qur'an mempunyai setting kesejarahan tersendiri yaitu masyarakat arab dimana Nabi Muhammad yang diutus oleh Allah untuk membenahi kehidupan mereka. Banyak ayat-ayat yang turun berkenaan dengan kehidupan mereka. Bilamana kita membaca Al-Qur'an, akan kelihatan oleh kita watak, kebiasaan dan budaya orang arab saat Al-Qur'an diturunkan pertama kali kepada mereka. Stressing Al-Qur'an pertama kali adalah ditujukan kepada mereka. Pada akhirnya merekalah generasi pertama umat Islam (Arra'il Al-Awwal) yang sukses mengimplementasikan ajaran Islam sehingga agama Islam menyebar ke seluruh pcnjuru dunia.
Adanya watak lokal yang tercermin dari banyak ayat, hal tersebut tidak meniadakan sifat keuniversalan Al-Qur'an yaitu nilai-nilai yang bersifat mendunia yang bisa dijadikan dasar dalam menata kehidupan yang lebih baik. Inilah yang dimaksud bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang diturunkan oleh Allah untuk keseluruhan umat manusia.
Al-Qur'an adalah gerbong terakhir dari rangkaian gerbong kitab suci yang diluncurkan oleh Allah kepada manusia melalui para rasul-Nya. Antara satu gerbong dengan gerbong berikutnya merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan. Ada persamaan aturan dan tata nilai yang dibawa oleh seluruh kitab suci yang telah diturunkan oleh Allah. Persamaan tersebut dalam dua hal yaitu : Keimanan dan Amal Saleh. Keimanan yang dibawa oleh setiap kitab suci persis sama dengan persoalan keimanan yang dibawa oleh kitab suci lainnya, karena hal tersebut adalah patokan dasar dalam beragama. Sedangkan amal saleh adalah bentuk kepatuhan seseorang dengan Tuhannya dengan berbuat kebaikan baik dengan melakukan ibadah ritual, melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan dalam aturan agama atau berbuat baik sesama manusia. Dalam melaksanakan ritual peribadatan, kewajiban dan larangan dalam melaksanakan perintah agama memang ada perbedaan antara satu kitab suci dengan kitab suci lainnya.
Namun sekali lagi perbedaan yang ada antara satu kitab suci dan kitab suci lainnya, bukanlah pada hal yang pokok dan bukan pada sendi-sendi ajarannya. Adanya perbedaan dalam isi kandungan teks kitab suci tersebut karena harus sesuai dengan penumpang yang ada dalam gerbong tersebut. Pada setiap generasi manusia akan ada kekhususannya dan wataknya sendiri yang berbeda dengan generasi berikutnya. Allah yang dalam hal ini adalah Yang "meluncurkan" gerbong-gerbong tersebut, sudah tentu akan menyesuaikan aturan-aturan yang ada dalam setiap gerbong sesuai dengan kondisi zamannya masing-masing.
Dalam hal ini, Al-Qur'an sebagai gerbong kitab suci terakhir dimana tidak akan ada lagi kitab suci yang datang setelahnya menghadapi masyarakat dunia yang sudah cukup kenyang oleh pengalaman sejarah keagamaan masa lalu, manusia yang sudah cukup matang dan dewasa. Untuk itu maka isi kandungan Al-Qur'an mencakup semua kandungan kitab suci sebelumnya.
Dalam kenyataannya sekarang masyarakat dunia melihat Al-Qur'an sebagai kitab kemanusiaan yang tidak bisa dibandingkan dengan kitab-kitab suci lainnya, karena memang sesuai dengan watak manusia masa kini.
AI-Qur'an sebagai kitab Qira'ah (bacaan)
Ayat Al-Qur'an yang diturunkan pertama kali adalah 5 ayat dari surat Al-'Alaq. Ayat pertama dari surah tersebut berupa perintah untuk membaca. Namun tidak dijelaskan apa yang haras dibaca dan apa arti membaca pada perintah tersebut? apakah membaca teks-teks atau tulisan yang ada, atau membaca suasana dan alam semesta? atau dengan perkataan lain ayat-ayat yang dibaca adalah ayat-ayat Qur'an atau ayat (pertanda kebesaran Allah) yang ada pada alam semesta. Kedua kemungkinan tersebut bisa saja terjadi. "Namun yang jelas adalah bahwa Al-Qur'an adalah sebuah kitab suci yang dihimbau oleh Allah dan Rasul-Nya untuk dibaca. Uniknya adalah bahwa membaca kitab suci ini mempunyai nilai ibadah tersendiri di mata Allah, baik mereka yang memahaminya maupun yang tidak memahaminya.
Keunikan lainnya adalah bahwa kitab suci ini harus dibaca sesuai dengan teksnya yang berbahasa Arab dan tidak boleh dibaca dengan teks lainnya walaupun mempunyai kesamaan dari segi isi. Jika dibaca dengan selain bahasa Arab, maka sudah tidak bisa dikatakan sebagai pembaca Al-Qur'an. Inilah bukti sakralitas Al-Qur'an.
Ada dua ungkapan yang dipergunakan oleh Al-Qur'an untuk menunjukkan arti membaca. Pertama adalah kata yang terambilkan dari (Q-R-A) dan kedua terambilkan dari akar ( T-L-W). Kedua ungkapan tersebut walaupun mempunyai arti yang sama yaitu "membaca" namun ungkapan kedua lebih menunjukkan kepada "pembacaan" teks yang diiringi oleh tindakan nyata yang akan dilakukan oleh pembaca teks tersebut yang sesuai dengan tuntutan teks[2].
Sedangkan ungkapan pertama lebih terfokus pada pengucapan ayat-ayat atau teks dengan mulut pembaca[3]
Dari kedua ungkapan yang dipakai oleh Al-Qur'an untuk arti membaca, kita temukan beberapa substansi keutamaan dalam membaca dan tatakrama membaca Al-Qur'an :
1. Pada surah Annahl : 98 dijelaskan bahwa sesorang yang akan membaca Al-Qur'an hendaknya terlebih dahulu meminta perlindungan kepada Allah darigodaan setan yang terkutuk فإذا قرأت القرآن فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم Sebabnya adalah bahwa membaca Al-Qur'an akan membawa si pembaca akan mengikuti apa yang akan dibaca, suatu hal yang sangat tidak diinginkan oleh setan. Oleh karena itu si pembaca diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari segala macam godaan. Baik dari segi niat membacanya, pada saat dia membaca dan pada saat setelah ia membaca.
2. Ciri orang yang benar-benar beriman kepada Allah adalah jika disebutkan nama Allah, hatinya merasa takut dan jika dibacakan dihadapannya ayat-ayat Al-Qur'an, maka keimanannya bertambah dan hanya kepada Allah ia berpasrah diri.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (Lih: Surah Al-Anfal: 2, lih juga Attaubah : 124) Pada surah Maryam :58 disebutkan bahwa mereka yang mendapatkan kenikmatan dari Allah adalah jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, mereka akan tersungkur bersujud seraya menangis;
إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ آيَاتُ الرَّحْمَن خَرُّوا سُجَّداً وَبُكِيّاً Sebaliknya mereka yang kafir tidak akan melakukan hal tersebut (sujud) bahkan mendustakannya وَإِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْآنُ لَا يَسْجُدُونَ (Surah Al-Insyiqaq : 21)
3. Orang-orang yang membaca Kitab Allah, mendirikan salat, menginfakkan sebagian dari apa yang telah diberikan rizki oleh Allah, baik secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan, mereka itulah yang akan mendapatkan keuntungan dari perdagangan yang telah mereka lakukan dan tidak akan pernah merugi إِنَّ الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَّن تَبُورَ (Fathir: 29)
4. Al-Qur'an menyuruh kita mendengarkan dan memasang telinga kita jika dibacakan dihadapan kita Al-Qur 'an agar kita mendapatkan rahmat dari Allah. وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (Al-A'raf : 204)
5. Al-Qur'an menyuruh kita untuk membacanya secara tartil yaitu secara pelan, sehingga jelas antara satu huruf dengan huruf lainnya. وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً (Al-Muzzammil : 4) Dengan bacaan tartil, seseorang akan mampu menyerap isi dan kandungan ayat yang dibacanya dengan baik. Sejalan dengan Ayat diatas adalah ayat : 106 surah Al-lsra' yang memerintahkan Nabi Muhammad untuk membacakan Al-Qur'an kepada manusia (masyarakat) secara bertahap وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً tidak secara sekaligus. Cara yang seperti ini akan bisa membuat aspirasi Al-Qur'an terserap ke masyarakat secara baik dan efektif.
Dari rangkaian ayat-ayat yang disebutkan diatas, nyatalah bahwa Al-Qur'an tidak saja kitab suci yang mengandung substansi "Hidayah", tapi ia juga kitab suci yang perlu dibaca teksnya, paham atau tidak paham.
Disamping ayat-ayat diatas. masih banyak lagi hadis-hadis Nabi yang memberikan penghargaan kepada pembaca Al-Qur'an dengan sepenuh penghargaan. Salah satu diantaranya ialah hadis Nabi yang berbunyi: خيركم من تعلّم القرآن وعلمه
Yang artinya adalah bahwa sebaik baiknya orang Islam ialah mereka yang belajar dan mengajarkan Al-Qur'an. Termasuk didalamnya adalah mereka yang mengajarkan bacaan-bacaan Al-Qur'an baik, semenjak dari tingkat taman kanak-kanak sampai pada starata keilmuan yang tinggi seperti 'i'lmu Qira'at". Termasuk juga mereka yang bergelimang dengan studi Al-Qur'an dari segi tafsir dan lainnya.
Membaca Al-Qur'an dengan Lagu-Lagu.
Perlu dikemukakan disini bahwa Al-Qur'an adalah sebuah kitab suci yang indah, baik dari segi bahasa maupun dari segi isinya. Oleh sebab itu jika pembaca Al- Qur'an membacanya dengan baik dan benar, sesuai dengan ketentuan ilmu Tajwid,berhenti pada tarnpat-tempat yang pantas untuk berhenti dan disertai dengan keindahan dan kemerduan suara, maka Al-Qur'an menjadi semakin indah, semakin menarik dan enak untuk didengarkan. Dan sudah menjadi maklum bahwa manusia pada fitrahnya dan nalurinya senang keindahan. Allah sendiri juga senang akan keindahan. Suara yang indah akan membuai pendengarnya. Sabda Nabi dalam hal ini ialah :[4]
1. Hadis Riwayat Imam Muslim : ( ليس منا من لم يتغن بالقرآن ) رواه مسلم
Artinya : (Tidak termasuk dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur'an)
2. Hadis Abu Hurairah. Ia meriwayatkan bahwa satu saat Nabi masuk ke Masjid, lalu ia mendengarkan bacaan seorang. Nabi bertanya : Siapa orang ini ? lalu dijawab : ini Abdullah bin Qais ( Abu Musa Al-Asy'ari), lalu Nabi berkata :
( لقد أوتي هذا مزمرا من مزامر آل داوود )
Artinya : ( la telah dikaruniai (suara) seruling (suara merdu) sebagai bagian dari serulingnya keluarga Nabi Daud)
3. Hadis Nabi yang berbunyi:
إن من أحسن الناس صوتا من اذا سمعتموه يقرأ حسبتموه يخش الله
Artinya : (Diantara orang yang paling bagus suaranya, adalah jika engkau mendengarkan bacaannya, engkau menyangka dia adalah orang yang takut kepada Allah)
Para ulama berbeda pendapat[5] dalam menyikapi Hadis-Hadis tersebut, ada yang menolak membaca Al-Qur'an dengan lagu-lagu, dengan alasan bahwa hal ini belum pernah dilakukan pada masa Nabi dan para sahabatnya, seperti kata sahabat Anas[6] pada waktu mendengarkan seorang membaca Al-Qur’an dengan lagu : ما هذا يفعلون Artinya : Tidak demikian apa yang telah dilakukan oleh para Sahabat Nabi. Namun ada juga yang memperbolehkannya, seperti Imam Syafi'i, Abu Hanifah dan lain-lainnya, asalkan masih memeperhatikan rambu-rambu ilmu Tajwid.
Lagu-lagu Al-Qur'an memang budaya bangsa di Timur Tengah terutama Iran dan Mesir. Mengadaptasi budaya lokal tidak sepenuhnya dilarang. Bahkan dengan memasukkan unsur budaya dalam pembacaan Al-Qur'an akan menarik minat orang untuk mempelajari Al-Qur'an. Budaya vocal, khususnya musik, bisa terabadikan dan terserap dengan baik setelah berkolaborasi dengan Al-Qur'an. Lagu-lagu Al-Qur'an yang sekarang ini berkembang memang baru marak pada zaman Umayyah pada abad ke 2 Hijriyyah, setelah ada pergumulan budaya antara orang Islam dari semenanjung Arabia dan kaum muslimin dikawasan Iran dan Irak yang sudah terlebih dahulu berkembang dalam seni musik tradisional.
Bagi mereka yang tidak setuju dengan lagu-lagu Al-Qur'an, sebenarnya mereka berkeinginan agar cara membaca Al-Qur'an biasa saja sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi. Atau ikut dengan Salafusshalih. Tujuannya adalah agar pembaca Al-Qur'an tidak terfokus pada lagu-lagu saja, tapi lebih difokuskan kapada sisi Hidayah Al-Qur'an. Betapapun demikian mereka setuju dengan bacaan Murattal. Yang sering kita dengarkan dari kaset-kaset. Hal itu terbukti dengan bacaan Imam Tarawih di Masjidil Haram di Mekkah maupun di Madinah.
Penulis lebih cenderung memilih pendapat kedua ini. Dan masyarakat muslim di dunia sudah menerimanya. Di Saudi sendiri yang peka terhadap masalah ini telah melakukannya dalam MTQ Intemasional yang diadakan tiap tahun di Mekkah.
Membaca Al-Qur'an dengan Qira'ah Sab'ah.
Hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pecinta Al-Qur'an adalah bahwa Al-Qur'an bisa dibaca dengan bermacam-macam versi. Adanya bermacam-macam versi ini merupakan bagian dari kemudahan yang diberikan oleh Allah dalam membaca Kitab SuciNya. Adanya macam-macam versi ini bermula dari keprihatinan Nabi Muhammad terhadap kondisi umatnya saat itu yang terdiri dari lapisan masyarakat yang macam-macam. Ada yang tua renta, yang buta huruf, dan dari berbagai macam kabilah arab yang satu sama lainnya berbeda dalam dialek. Untuk mengharuskan mereka membaca dengan satu macam bacaan saja, seperti dialek suku Quraisy, sukunya Nabi, jelas merupakan pemaksaan yang tidak bijaksana. Oleh karena itu Nabi meminta kepada Allah agar dalam soal bacaan ini diberikan kelonggaran. Akhirnya Nabi diberikan kelonggaran oleh Allah sampai tujuh kali, sesuai dengan sabdanya :
أنزل القرآن على سبعة أحرف
Artinya : Al-Qur'an diturunkan dengan tujuh huruf. Tujuh huruf ini akhirnya menjadi cikal bakal dari munculnya ilmu Qira'at. Pada saat ini Qira'at yang dianggap Mutawatir ialah Qira'at Tujuh (Sab'ah) dan Qira'ah Sepuluh ('Asyrah). Kedua macam Qira'at ini telah dipelajari oleh para ulama pendahulu, sehingga muncul Ulama-Ulama Qira'at dan kitab-kitab Qira'at yang demikian banyak.
Sebagai bagian dari upaya pemeliharaan terhadap teks-teks Al-Qur'an dari perobahan dan pemalsuan, dan sebagai bagian dari estafeta keilmuan dari para pendahulu, ilmu ini perlu terus dipelajari dan dikembangkan ditengah-tengah masyarakat dengan alasan bahwa disamping sebagai upaya pemeliharaan terhadap teks-teks Al-Qur'an, juga menjadi bagian yang penting dalam menafsirkan Al-Qur'an. Perbedaan dalam bacaan bisa mempengaruhi dalam menafsirkan Al-Qur'an. Dengan demikian maka wawasan penafsiran terhadap satu ayat akan lebih luas lagi. Disamping itu adanya ilmu Qira'at juga bisa memahamkan kepada umat Islam dan lainnya, betapa Islam adalah agama yang tidak menginginkan kesukaran mengkonsumsi Al-Qur'an bagi para pemeluknya, baik dari segi bacaan maupun dari pemahamannya.
Betapapun demikian, tidak semua masyarakat ikut terlibat dalam ilmu ini, tapi hanya sebagian saja yaitu mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari ilmu-ilmu kequr'anan.
Pemahaman Terhadap Al-Qur'an.
Al-Qur'an bukan saja Kitab yang harus dibaca, tapi hal yang paling pokok substansi dari Al-Qur'an ialah "Hidayah" dalam arti memberikan petunjuk kepada segenap manusia dalam seluruh aspek kehidupan.
Unsur Petunjuk atau Hidayah ini tidak akan bisa direalisasikan hanya dengan membaca saja, tapi Al-Qur'an perlu dipelajari dan dipahami isinya. Hal ini sesuai dengan predikat yang disandang oleh Al-Qur'an sebagai "Al-Kitab Al-Mubin" atau Kitab yang memberikan penjelasan.
Substansi ajaran Al-Qur'an harus tetap disampaikan kepada seluruh umat manusia. Jika mereka bisa memahami Al-Qur'an secara langsung, maka hal tersebut sangat baik sekali. Namun jika tidak bisa maka mereka yang memahaminya harus menyampaikan hasil bacaannya kepada mereka yang belum bisa memahaminya. Sesuai dengan Firman Allah : وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ
Artinya : Telah diwahyukan kepadaku Al-Qur'an ini, agar dengannya aku bisa memberikan peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang Al-Qur'an sampai kepadanya
Penyampaian Al-Qur'an kepada orang yang belum bisa memahami secara langsung, bisa melalui terjemah. Baik terjemah ayat-ayat Al-Qur'an sendiri, atau terjemahan Tafsir-tafsir Al-Qur'an, atau juga kitab-kitab agama lainnya.
Nabi sebagai orang yang diberikan kepercayaan oleh Allah untuk menjadi "Mubayyin" atau penjelas apa yang terkandung dalam Al-Qur'an telah melaksanakan hal tersebut dengan sebaik baiknya. Baik secara perkataan maupun tindakan. Apa yang dilakukan oleh Nabi yang bersifat Tasyri' adalah penjelas dari Al-Qur'an. Para sahabat Nabi juga telah bergelut dengan Al-Qur'an ini secara total. Cara yang dilakukan oleh para sahabat adalah mereka mempelajari Al-Qur'an ayat demi ayat, sampai paham dan kemudian mereka mengamalkannya sebagaimana kata mereka :
كنا لا نتجاوز عشر أيات حتى تعلم ما فيه ونعلم بما فيها
Artinya: Kami (para Sahabat) tidak beranjak/bergeser dari 10 ayat, sampai kami memahaminya dan mengamalkannya.
Untuk memahami Al-Qur'an memang diperlukan beberapa ilmu pendukung. Bagi mereka (para Mufassir) yang ingin langsung terjun memahami Al-Qur'an kata lmam Sayuti dibutuhkan setidaknya 15 macam ilmu, yaitu : Ilmu Bahasa (Lughah), Ilmu Nahwu, Shorof, Ilmu Balaghah (Ma'ani, Badi', Bayan), Ilmu Qira'at, Ilmu ushuluddin, Ilmu Sabab Nuzul, Ilmu Nasikh dan Mansukh, Ilmu Ushul fiqh, Ilmu Sejarah, Ilmu Isytiqaq (pengetahuan terhadap akar kata), Pengetahuan tentang Hadis-Hadis yang bertalian dengan Ayat, dan terakhir Ilmu Mauhibah (sifat ketaqwaan yang tinggi).[7]
Untuk masa sekarang persyaratan yang demikian ketat itu barangkali sudah bisa dikurangi, karena kitab-kitab Tafsir sudah banyak tersebar dalam berbagai macam aliran maupun metodenya. Tugas kita sekarang adalah kembali membaca kitab-kitab tersebut dan mencoba mengaktualkan pemahaman terhadap Al-Qur'an dengan tetap berpijak pada norma-norma penafsiran yang ada agar tidak menyeleweng dari kesepakatan para ulama pendahulu.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita bisa mensosialisasikan ajaran Al-Qur'an ditengah-tengah masyarakat ?. Menurut hem at penulis, pemasyarakatan Al-Qur'an dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, harus dimulai dari semenjak dini, yaitu semenjak anak-anak usia dini. Mereka diajarkan cara-cara membaca Al-Qur'an, tatakrama terhadap Al-Qur'an, memahamkan beberapa ayat dari Al-Qur'an sesuai dengan tingkat intelektualitas mereka dan sesuai dengan situasi dan kondisi.
Kondisi masa kini dimana teknologi semakin maju, bisa dijadikan sarana untuk memahamkan Al-Qur'an. Bahkan untuk ukuran komunitas tertentu pemakaian teknologi canggih sudah merupakan pilihan yang paling efektif. Namun persoalannya adalah bahwa kebanyakan masyarakat muslim masih belum masuk dalam tatanan masyarakat berteknologi tinggi. Mau tidak mau upaya tradisional perlu digalakkan kemaali. Namun semuanya itu tergantung kemauan baik dari semua pihak.
Otonomi daerah barangkali bisa dijadikan starting point yang baik dan strategis untuk menata daerah masing-masing sesuai dengan karakteristik dan budaya masing-masing daerah. Karakteristik inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah masing-masing
Menurut hemat penulis, dengan melihat mayoritasnya jumlah umat Islam, maka diperlukan adanya "Markaz Al-Qur'an Al-Karim" yang mungkin bisa digabung dengan Markaz Islami atau Islamic Center pada setiap daerah Propinsi. Dalam Markaz Al-Qur'an Al-Karim ini akan dikaji berbagai macam studi tentang Al-Qur'an, termasuk didalamnya pengajaran cara membaca Al-Qur'an dengan lagu-lagu, cara penerjemahan Al-Qur'an yang sistimatis, Kursus mempelajari Ilmu Qira'at, Ilmu Rasm Usmani, penyimpanan data Qari-Qari di seluruh dunia dalam sebuah pustaka khusus, dan lain sebagainya. Jika ada political will dari Pemda setempat, maka guru-guru ngaji Al-Qur'an yang ada di pelosok daerah perlu mendapatkan tunjangan.
Pengalaman Negara-negara Islam dalam mensosialisasikan Al-Qur'an.
Pengalaman di Mesir menunjukkan bahwa setelah guru ngaji tidak mendapatkan tunjangan dari pemerintah, dan setelah peraturan wajib hapal Al-Qur'an bagi yang akan memasuki Universitas Al-Azhar ditiadakan, maka banyak halaqah-halaqah yang tadinya ramai dengan anak-anak yang mengaji Al-Qur'an, akhirnya menjadi sepi. Banyak tamatan Al-Azhar yang tidak hapal Al-Qur'an dan yang lebih fatal lagi adalah banyak yang tidak lancar dan benar dalam membaca Al-Qur'an. Satu hal yang memilkan.
Melihat gejala ini maka pada masa kepemimpman Syeikh Jad Al-Haq, sebagai Rektor Al-Azhar, ada kebijakan yang cukup menggembirakan yaitu berupa tunjangan bagi guru-guru ngaji di seantero mesir. Satu kebijakan yang perlu ditiru, mengingat persoalan tunjangan adalah menyangkut kesejahteraan dan penghargaan bagi mereka.
Apa yang dilakukan oleh "Jama'ah Tahfizh Al-Qur'an" yang berpusat di Masjid Al-Haram di Mekkah juga bisa ditiru. Para pengurus di Jama'ah ini menerima Zakat, Infaq dan Sodaqah dari para aghniya' yang hasilnya disalurkan untuk guru-guru yang mengajar Al-Qur'an di Masjid Al-haram. Berbagai macam perangsang agar anak-anak Saudi mau menghapal Al-Qur'an juga telah dilakukan. Seperti pemberian bonus bagi setiap murid yang sudah khatam Al-Qur'an. Atau adanya "Makrumah" bagi setiap juz yang dihapalkan oleh seorang murid. Pendeknya berbagai macam upaya telah dilakukan untuk tumbuh kembangnya generasi Qur'ani.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah Brunei Darussalam juga perlu direnungkan, dimana setiap penghapal Al-Qur'an dari penduduk Brunei, baik ia bekerja maupun tidak, mendapatkan tunjangan dari pemerintah, asalkan ia terus menjaga hapalannya.
Begitu juga dengan Pemerintah Libia yang mencanangkan lahirnya satu juta penghapal Al-Qur'an pada dekade mendatang. Semua kegiatan tersebut ditunjang penuh oleh pemeritah.
Dengan berkaca pada negera-negara Islam tersebut, kita perlu memikirkan apa yang bisa kita perbuat untuk Al-Qur'an ? Jika Al-Qur'an telah membukakan mata hati kita menjadi manusia yang muslim dan mencerahkan pemikiran kita dalam beragama, maka sudah seharusnya kita berkhidmat kepada Al-Qur'an secara maksimal dengan tetap memperhatikan kemampuan kita masing-masing.
[1] Makalah ini di sajikan dalam Seminar Nasional, yang diadakan oleh STAI Al-Furqan Makassar, dengan tema :"Membangun Generasi Qur'ani" pada hari Sabtu, 5 September 2002 M/ 28 Rajab 1423 H, di Hotel Berhan.
[2] Lihat Tafsir AJ-Khaiin (1/102) pada ayatيتلونه حق تلاوته pada surat Al-Baqarah : 121 ditafsirkan dengan يتبعونه حق تباعه artinya mengikutinya dengan sebenar benar mengikuti sepenuh hati. Karena akar kata dari (T_L_Y) sendiri adalah (W-L-Y) artinya mengiringi dibelakangnya.
[3] Dalam kitab Mu'jam AI-Fazh Al-Qur'an Al-Karim terbitan Majma' AI-Lughah Mesir pada term (Q-R-A) hal: 500 disebutkan bahwa makna قرأالكتاب artinya: نطق بكلماته جهرا او سرا
[4] Lih, AI-Qurthubi, Attidzkar Fi Afdlalil Adzkar, Al-Maktabah Al-'Ilmiyyah, Beirut, hal.97.
[5] Ibid h.98
[6] Ibid
[7] Lih. Adzdzahabi, Attafsir Wai Mufassirun, Cet II, 1976, Vol I/hal.266
Tidak ada komentar:
Posting Komentar