Minggu, 27 Maret 2011

METODE PEMBELAJARAN AL-QUR’AN


Oleh : Ahsin Sakho Muhammad
Makalah ini disampaikan pada acara pembekalan
kepada penyuluh agama islam fungsional bidang Penamas yang diadakan oleh
Kanwil Kementrian Agama DKI
di Hotel Pesona Anggraini Cisarua Bogor
pada tanggal 14 Maret 2011

Pendahuluan.
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah untuk dijadikan sebagai pelita hidup umat manusia. Kitab suci ini tidak berbeda dengan kitab-kitab suci Allah yang diturunkan sebelumnya seperti lembaran-lembaran yang diturunkan kepada nabi Ibrahim, kitab Taurat yang diturunkan kepada nabi Musa, kitab Zabur yang diturunkan kepada nabi Dawud, kitab Injil yang diturunkan kepada nabi Isa A.S. Kitab-kitab tersebut pada dasarnya adalah sama yaitu mengajak manusia untuk menyembah, mengabdi kepada Allah sebagai Zat yang menciptakan alam semesta, mengaturnya, memberikan rizki kepada semua makhluk hidup yang ada tanpa membedakan antara yang iman kepadaNya dan iingkar kepadaNya, karena mereka adalah makhlukNya jua. Cara menyembah Allah dan cara mengabdi kepadaNya bisa berbeda antara satu kaum dengan  umat berikutnya, karena mempertimbangkan situasi dan kondisi pada masing-masing umat.
Semua kitab suci juga memerintahkan kepada semua umat untuk berbuat baik kepada sesama dan tidak membuat keonaran dan kerugian. Manusia dituntut untuk menjadi makhluk yang bisa dicontoh oleh makhluk hidup lainnya, karena mereka telah diangkat oleh Allah sebagai khalifah di bumi ini.  Sebagai khalifah, manusia diperintahkan untuk menjaga hubungan harmonis dengan alam semesta, dengan tidak merusak lingkungan dalam  berbagai macam bentuknya. Alam semesta ini bukanlah untuk satu generasi saja, tapi untuk beberapa generasi setelahnya sampai hari kiamat kelak.  
Umat islam perlu berbangga bahwa kitab suci mereka yaitu Al-Qur’an masih tetap utuh tanpa adanya perobahan apapun dari segi redaksinya maupun pembacaannya. Al-Qur’an pada masa lalu sangat berperan dalam menggugah kesadaran manusia untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat dan kemanusiaan. Umat islam masa lalu telah mendapatkan kemajuan yang sangat berarti karena mereka betul betul  berkhidmah kepada Al-Qur’an.   Dengan demikian maka layaklah jika Al-Qur’an perlu dibaca, dipelajari isinya, direnungkan, dihayati dan kemudian dimalkan dalam kehidupan sehari hari. Allah telah menjanjikan mereka yang beriman dan bertakwa, akan diberikan keberkahan hidup.
Pada saat ini kaum muslimin berada pada kondisi yang memperihatinkan. Dari segi kemajuan teknologi, mereka kalah dari orang barat, jepang, korea dan lain-lainnya. Lalu kenapa kaum muslimin sekarang masih tersisih dan tidak berperan secara signifikan dalam mengatur percaturan kehidupan umat manusia, padahal umat manusia sekarang sedang berada pada kebimbangan antara kehidupan duniawi yang semakin meresahkan dan kehidupan spiritual yang semakin hari semakin menipis. Tugas generasi muslim masa kini adalah memelajari Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya, menghayati dan mengamalkan ajarannya dalam semua aspek kehidupan. Ada beberapa landasan kenapa umat islam dimanapun mereka berada harus mempelajari Al-Qur’an sesuai dengan apa yang mereka mampu:
Pertama : keberadaan Al-Qur’an sebagai kitab hidayah mengharuskan umat islam menemukan letak hidayah dari Al-Qur’an yaitu dengan mempelajari kandungan kitab suci ini.
Kedua : Allah mengatakan bahwa Al-Qur’an ini  harus disampaikan kepada manusia dimanapun juga mereka berada. Penyampaian wahyu qur’ani ini mengharuskan umat islam mempelajari kandungan kitab suci ini, yang mengharuskan ada orang-orang yang bisa berbahasa arab dan kemudian menerjemahkan, mengajarkan dan menyampaikannya  kepada orang lain. Sebagaimana firman Allah :
)وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآنُ لأُنذِرَكُم بِهِ وَمَن بَلَغَ(( الأنعام : 19)
Artinya : dan diwahyukan kepadaku Al-Qur’an ini agar aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang Al-Qur’an ini sampai kepadanya.
Ketiga : belajar membaca Al-Qur’an adalah merupakan satu kewajiban agama karena setiap muslim harus melakukan salat. Dalam salat seorang harus membaca  surah al-Fatihah dan juga bacaan tasyahhud. Keduanya menjadi rukun dalam salat.
Dengan demikian maka mempelajari Al-Qur’an mutlak menjadi kewajiban umat islam. Untuk mempelajari Al-Qur’an tidaklah begitu sukar. Alah telah mengatakan :
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (17) [القمر : 17]
Artinya : sungguh Kami betul-betul memudahkan Al-Qur’an untuk diingat, maka ada orang yang mau mengambil peringatan ?. kemudahan mempelajari Al-Qur’an mencakup mudah membacanya, menghapalkannya,  mengartikannya dan mudah pula mengamalkannya. Banyaknya anak-anak kecil yang sudah bisa membaca Al-Qur’an, begitu pula mereka yang menghapalkannya, dan mampu mengartikannya merupakan bukti bahwa mempelajari Al-Qur’an ini adalah hal yang mudah.

Metode Pembelajaran Al-Qur’an.
Al-Qur’an sebagi kitab suci mempunyai tiga aspek yang masing-masing aspek perlu kita pelajari dengan seksama. Ketiga aspek tersebut ialah :
a.      Aspek Pembacaan
b.     Aspek Peghapalan
c.      Aspek pemahaman yang mencakup penerjemahan dan penafsiran
Berikut ini penulis akan mengemukakan metode pembacaan dan pemahaman Al-Qur’an :

a.     Aspek Pembacaan.
Salah satu nama dari kitab suci umat islam ini adalah Al-Qur’an. Disamping itu masih ada nama lagi yang juga digunakan dalam Al-Qur’an secara jelas seperti : al-Furqan, adz-Dzikr, al-Kitab dan lain lainnya. Semua nama tersebut mencerminkan fungsi dari kitab suci ini. Fungsi Al-Qur’an, disamping fungsi hidayah, sesuai namanya adalah agar kitab suci ini menjadi kitab bacaan bagi kaum muslimin. Membaca Al-Qur’an tidak sebagaimana membaca kitab-kitab lainnya, karena membaca Al-Qur’an mempunyai aspek ibadah. Dalam satu hadis nabi mengatakan :
 (ت) عبد الله بن مسعود - رضي الله عنه - : قال : سمعتُ رسولَ الله -صلى الله عليه وسلم- يقول : «مَن قرأَ حرفا من كتابِ الله فَلَهُ بِهِ حسنة ، والحسنةُ بعشر أمثالِهَا ، لا أَقول : «الم» حرف ، ولكن «أَلف» حرف، و«لام» حرف ، و«ميم» حرف». أخرجه الترمذي. )جامع الأصول في أحاديث الرسول - (8 / 498)
Artinya : Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka pada setiap huruf yang di baca dia akan mendapatkan satu kebaikan, dan setiap kebaikan akan dilipat gandakan sampai 10 kali. Aku tidak mengatakan “alif-lam-mim” satu huruf, tapi “alif” adalah satu huruf, “lam” adalah satu huruf dan “mim” adalah satu huruf. H.R.Tirmidzi.

Dalam hadis lain nabi mengatakan :
الأسماء والصفات - البيهقي - (2 / 12)
عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : مَثَلُ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الأُتْرُجَّةِ ، طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Artinya : Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah “utrujjah” (semacam jeruk), rasanya enak, baunya wangi. (H.R.Bukhari)

Kedua hadis tersebut memberikan gambaran tentang penghargaan Allah kepada mereka yang mau mengakrabi Al-Qur’an walaupun masih baru sebatas membaca saja, baik pembaca tersebut memahami apa yang di baca atau tidak atau belum bisa memahami sama sekali. Semuanya mendapat penghargaan dari Allah. Namun sudah tentu pembaca Al-Qur’an mempunyai beberapa peringkat. Secara garis besar pembaca Al-Qur’an terbagi menjadi lima bagian  yaitu :
Pertama          : Mereka yang bisa membaca Al-Qur’an masih dengan tertatih-tatih
Kedua   : Mereka yang sudah bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan mengetahui kaedah-kaedah ilmu tajwid baik teori maupun praktik.
Ketiga   : Mereka yang bisa membaca Al-Qur’an dengan mahir dan tahu tentang aspek-aspek bacaan Al-Qur’an, seperti waqf-ibtida’, qira’at dan lain-lainnya.
Keempat : Mereka yang bisa membaca Al-Qur’an dan bisa memahaminya.
Kelima   : Mereka yang bisa membaca Al-Qur’an, memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari hari.
Itulah peringkat yang ideal bagi pembaca Al-Qur’an. Betapapun demikian semua orang yang termasuk dalam katagori tersebut mendapat penghargaan dari Allah S.W.T jika mereka ikhlas menjalankannya. Dibawah ini dijelaskan tentang cara cepat membaca Al-Qur’an.




Metode Cepat Membaca Al-Qur’an
Pada masa lalu masyarakat indonesia jika memulai belajar Al-Qur’an memakai metode yang dinamakan “al-Qa’idah al-Baghdadiyyah” yang ada pada awal mushaf. Metode ini menggunakan 17 langkah. Namun metode ini ada kelemahan karena memecahkan konsentrasi pada satu unit pembelajaran. Seperti memperkenalkan huruf hija’iyah secara keseluruhan.
Kemudian pada sekitar tahun 70 an, muncullah metode cara cepat membaca Al-Qur’an muncullah metode baru yaitu:
1.      Metode “QIRA’ATI” yang ditulis oleh Ust. Salim Dahlan (w 2001 ) dari Semarang. Metode ini bisa digunakan untuk anak usia 4-6 tahun dan 6-12 tahun.  Metode ini terbilang inovatif pada masanya dan  mendapatkan sambutan yang hangat dari masyarakat. Basis dari metode ini ialah pengenalan satu unit pelajaran secara bertahap, seperti pengenalan  pada huruf hija’iyyah dengan harakatnya secara langsung dan konsentrasi pada satu persatu huruf hija’iyyah. Begitu juga dengan hukum-hukum bacaan seperti  ikhfa’, iqlab dan lain sebagainya. Yang diperbanyak adalah contoh-contoh bacaan.
2.      Metode “IQRA’” oleh Bapak As’ad Humam (w februari 1996) dari AMM Yogyakarta yang muncul pada sekitar tahun 1988. Metode ini  meledak setelah MTQN di Yogyakarta tahun 1995.  Metode ini kemudian berkembang menjadi metode “IQRA’” untuk dewasa, metode “IQRA’” terpadu oleh Ust.Tasrifin Karim dari Kalsel. Dan metode “IQRA’” klasikal. Metode IQRA’ tidak berbeda jauh dengan metode “QIRA’ATI” dalam hal pemaparan setiap unit secara gradual dan sistimatis. Hanya saja buku Iqra’ terdiri dari 6 buah sementara Qira’ati berjumlah 8 buah.
3.      Metode al-BARQI yang digagas oleh Ust.Muhajir Sulthan. Metode ini dibukukan  pada tahun 1978. Basis metodenya pada pengenalan ungkapan : (A-DA-RA-JA) (MA-HA-KAYA)(KA-TA-WA-NA) (SA-MA-LA-BA) untuk mengetahui kasrah tinggal diganti ungkapannya seperti :IDI RIJI-MIHI KIYI-KITI WINI-SIMI LIBI. Untuk mengetahui dlammah tinggal diungkapkan : UDU-RUJU-MUHU-KUYU-KUTU WUNU-SUMU-LUBU. Dan seterusnya.
4.      Metode HATTA’IYYAH oleh Muhammad Hatta Usman dari Riau dan mendapatkan sambutan luas terutama setelah MTQN di Riau. Basis metodenya adalah bahwa 28 huruf hija’iyah dalam bahasa arab dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Metode ini diklaim bisa mengajarkan Al-Qur’an dalam 4.30 jam, dengan rincian 6 kali pertemuan, setiap pertemuan 45 menit.
5.      Metode al-BANJARI di Banjarmasin. 
6.      Metode an-NAHDLIYYAH. Metode ini dicetuskan oleh lembaga Ma’arif dilingkungan NU cabang Tulung Agung Jawa Timur. Basis dari metode ini adalah panjangnya mad dan ghunnah ditentukan oleh ketukan. Para peserta dikenalkan teknik bacaan Tartil, Tahqiq dan Taghanni.  
7.      Metode YANBU’A dari pesantren Yanbu’u al-Qur’an Kudus oleh K.H.Ulil Albab, putera K.H.Arwani Amin. Metode ini tidqak jauh dengan metode Qira’ati dan Iqra’ dalam hal pengenalan cara membaca secara langsung dengan mengambil contoh-contoh langsung dari Al-Qur’an.
8.      Metode an-NUR oleh Ust.Rosyadi yang muncul pada tahun 1996. Metode ini menjanjikan bisa membaca Al-Qur’an dalam dua jam saja, atau paling tidak 14 sampai 16 kali pertemuan. Metode ini dianggap metode pembelajaran membaca Al-Qur’an tercepat di dunia.
9.      Metode “TILAWATI” yang diperkenalkan oleh Ust.Hasan Syadzili Drs dan Drs Ali Mu’affa pada tahun 2002.
10. Metode “al-BAYAN” oleh Ust.Otong Surasman mahasiswa S2 PTIQ Jakarta. Bukunya satu jilid yang memuat 71 halaman dengan warna-warna menarik. Pengenalan huruf hija’iyyah pada metode ini dikaitkan dengan awal nama binatang dalam bahasa arab, sehingga pembaca bisa mengenal nama binatang/benda sekaligus mengenal huruf hija’iyyah dan cara pengucapannya.
11. Metode DIROSAH yang muncul pada tahun 2006 dan diperkenalkan oleh Wahdah Isma’iliyyah dari Gowa Kalsel yang menjanjikan bisa membaca Al-Qur’an dalam 20x pertemuan.
12.  Metode JIBRIL yang dicetuskan oleh K.H.Bashori Alwi. Basis dari metode ini adalah membacakan satu ayat Al-Qur’an kemudian diikuti oleh para santri dengan memerhatikan aspek Waqf dan Ibtida’. Cara pembacaannya dengan Tahqiq dan tartil. Dengan mengikuti metode ini para santri bisa menirukan bacaan yang sahih dan mengetahui aspek Waqf dan Ibtida’nya.
Dan masih banyak lagi metode cara cepat membaca Al-Qur’an yang dilahirkan oleh bangsa Indonesia. Tidak berlebihan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling banyak menelurkan ide-ide baru dalam hal ini melebihi dari kaum muslimin di dunia. Dengan banyaknya metode-metode ini, setiap orang bisa memilih mana yang yang untuk belajar membaca Al-Qur’an sesuai dengan.

b.    Metode Penerjemahan Al-Qur’an
Disamping banyaknya cara cepat membaca Al-Qur’an, di Indonesia juga telah muncul cara menerjemahkan Al-Qur’an. Ternyata untuk menerjemahkan Al-Qur’an juga tidak begitu sukar. Basisnya adalah bahwa Al-Qur’an yang terdiri dari 6234 ayat, 77.934/77.434/77.477/78.485 ribu kalimat, ternyata dari jumlah yang demikian banyak tersebut, jika diteliti hanya beberapa ratus kalimat saja yang menjadi akar kata  yang perlu dipahami artinya. Selebihnya ternyata hanya pengulangan atau pengembangan dari akar kata tersebut. Seperti kata “Iman” dalam Al-Qur’an bisa menjadi kata lain seperti : Aamanuu-Tu’minun-Tu’minuu- Yu’minu-Yu’minun-Aaminuu-dan lain sebagainya. Metode penerjemahan ayat-ayat Al-Qur’an telah dilakukan oleh beberapa kalangan diantaranya adalah :
1.      Adanya pesantren terjemahan Al-Qur’an di desa Kramat, Dukuh Puntang Cirebon Jawa barat. Basis dari metodenya adalah siswa diberikan pemahaman terhadap kalimat-kalimat Al-Qur’an dari surah al-fatihah. Kata yang baru diberi garis dan diberi arti. Lalu pada ayat-ayat berikutnya kalimat yang sudah pernah digaris bawahi tidak lagi diberi garis bawah karena dianggap telah mengetahui artinya. Dan begitu seterusnya. Metode ini ternyata telah berhasil membimbing santri untuk bisa menerjemahkan Al-Qur’an dalam waktu yang relative pendek.
2.      metode GRANADA yang dikembangkan oleh Ust. Sholihin Bunyamin LC. Oleh penemunya, seorang bisa mampu menerjemahkan Al-Qur’a dalam 8 jam saja. Basis metodenya adalah dengan mengetahui akar kata pada setiap kalimat, mengetahui awalan, sisipan, akhiran dan mengetahui arti setiap kalimat melalui kamus bahasa Arab-Indonesia oleh Mahmud Yunus.
3.      metode  “Al-HASYIMIYYAH” yang diklaim sebagai metode cepat menerjemahkan Al-Qur’an dalam 3 jam.
4.      Mushaf Al-Qur’an dengan terjemahan per kata sebagaimana yang dilakukan oleh Dr.Ahmad Hatta dengan nama metode “AL-MAGHFIRAH”.
5.      mushaf yang bertajuk “THE MIRACLE” yang diterbitkan oleh Syaamil Al-Qur’an. Motto dari The Miracle: “Mengkaji Kalam Ilahi Cukup Dalam Satu Al-Qur’an” atau : Miracle, The Reference Al-Qur’an dengan Referensi yang Sahih, Lengkap & Komprehensif”.   Dalam mushaf ini ada 15 penjelasan yaitu :
1.      Terjemah perkata.
2.      terjemah Depag.
3.      Tajwid sistim warna.
4.      Panduan Hukum Tajwid.
5.      VCD Tutorial Sistim QRQ (Quantum Reading Qur’an).
6.      zafsir al-Muyassar.
7.      .Asbabunnuzul.
8.      Doa-doa dalam Al-Qur’an.
9.      Mukjizat Al-Qur’an dan Tsaqafah Islamiyyah.
10. Indeks Al-Qur’an Alfabetis.
11. Atlas Al-Qur’an.
12. Kisah Para nabi dalam Al-Qur’an.
13. Zikir al-Ma’tsurat.
14. Intisari ayat.
15. Links To Related Articles.
6.      Mushaf “AL-QUR’AN BAYAN ” yang bermula dari buah pikir Bapak Tempa yang kemudian ditindak lanjuti oleh beberapa insan akademik dan kemudian diterbitkan oleh CV Bayan Al-Qur’an. Bayan Al-Qur’an berisi tentang 13 aspek yaitu :
1.      Munasabah surah.
2.      Mujnasbah perkelompok ayat.
3.      Hadis-hadis berkaitan.
4.      Asbabunnuzul.
5.      Mutiara ayat.
6.      Terjemahan Al-Qur’an.
7.      Tajwid berwarna.
8.      Dalil-dalil tentang keutamaan membaca Al-Qur’an.
9.      Indeks ayat-ayat Al-Qur’an.
10. Untaian hikmah.
11. Panduan tajwid ringkas. 12.
12. Pesan-pesan Al-Qur’an untuk wanita. Dan
13. Kumpulan doa dalam Al-Qur’an.
Hadirnya beberapa mushaf yang disertai dengan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ayat yang sedang ditafsirkan ditambah dengan illustrasi dan supplement lainnya menyebabkan semakin gampangnya memahami Al-Qur’an oleh generasi masa kini. Maka tidak lagi ada alas an bagi generasi masa kini yang tidak bisa membaca dan memahami Al-Qur’an.

Metode Memahami Al-Qur’an.
Untuk bisa memahami Al-Qur’an maka perlu mengetahui isi kandungan Al-Qur’an terlebih dahulu. Isi kandungan Al-Qur’an tidak lepas dari tiga hal yaitu : pertama : ketauhidan (sam’iyyat). Kedua : hukum. Ketiga : peringatan-peringatan (tadzkir). Imam Syathibi dalam kitabnya “al-Muwafaqat” mensarikan inti Al-Qur’an dalam tiga hal yaitu : 1.mengetahui Zat yang disembah. 2.mengetahui cara beribadah. 3.mengetahui nasib manusia. Untuk itu perlu terlebih dahulu dilakukan pengelompokkan ayat-ayat yang terkait dengan ketiga hal diatas.
a.     Ketauhidan
Ketauhidan menyangkut tentang hal-hal berikut:
a.      Ke-Esaan Allah S.W.T. yang mencakup : nama dan sifat-sifat Allah yang terbaik, bahaya kekafiran dan kemusyrikan, bahaya berbuat dosa. Ayat-ayat yang terkait dengan ketauhidan ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan bahwa Allah selalu bersama manusia dimanapun dia berada, sehingga seseorang merasa bertanggung jawab terhadap apa yang dia perbuat di dunia ini.   
b.     keimanan terhadap  Malaikat mencakup perbuatan Malaikat dan sifat-sifat mereka. Keimanan terhadap malaikat diharapkan seorang meyakini adanya makhluk selain manusia yang berfungsi melaksanakan titah Allah di alam semesta dengan ragam kerjaan. Dengan demikian seseorang akan lebih bersyukur kepada Allah dan lebih  mawas lagi dalam menjalani kehidupan di dunia ini karena manusia akan selalu dikuntit oleh malaikat dan mencatat amal perbuatan mereka.
c.      Keimanan kepada rasul-rasul Allah yang mencakup nama para nabi, kisah perjuangan mereka. Keimanan terhadap rasul-rasul diharapkan bisa memberikan rasa percaya bahwa Allah tidak menyerahkan persoalan kehidupan manusia kepada mereka, tapi selalu diiringi dengan petunjukNya yang disampaikan oleh para utusan-utusanNya.
d.     keimanan kepada kitab suci yang mencakup nama kitab suci, fungsinya dan rasul pembawa kitab suci dan kandungannya. Keimanan kepada kitab suci diharapkan bisa menambah keyakinan akan sifat rahman dan rahimnya Allah kepada manusia, karena Allah tidak ingin melihat manusia menentukan sendiri aturan-aturan kehidupan. Karena jika diserahkan kepada manusia, maka yang terjadi adalah ketidak tentraman, sebab setiap kelompok manusia akan lebih memerhatikan kepentingannya masing-masing.
e.      keimanan kepada hari akhir mencakup dalil-dalil adanya hari akhir, suasana pada hari akhir. Kepercayaan kepada hari akhir diharapkan seseorang selalu memperhitungkan semua apa yang dia lakukan di dunia ini. Karena semuanya harus dipertanggung jawabkan kepada Allah.
f.       Keimanan kepada qadla’ dan Qadar yang mencakup kepercayaan bahwa Allah telah memastikan kadar setiap makhluk di dunia. Diharapkan bahwa setiap orang mempunyai rasa pasrah dan tawakal terhadap semua ketentuan Allah dan bersabar atas musibah yang dialami. Namun bukan berarti tidak melakukan usaha sama sekali, tapi justeru harus berusaha dan menyerahkan hasil akhirnya kepada Allah. Kepercayaan kepada takdir tidak membuat seseorang berlebihan dalam menghadapi kenikmatan yang dia terima.
Ayat-ayat yang terkait dengan keenam hal tersebut ditampilkan, diterjemahkan kemudian diberikan penafsiran secara sederhana, sehingga bisa memberikan pemahaman yang sederhana namun tepat.

b.    Hukum
Hal yang berkaitan dengan hukum menyangkut :
a.      Ibadat yang mencakup: salat, zakat, puasa dan haji.
Dalam hal salat, yang ditampilkan adalah ayat-ayat yang terkait dengan waktu-waktu salat, rukun-rukun salat, seperti ruku’, sujud, dan lain sebagainya.
Dalam hal zakat yang ditampilkan adalah ayat-ayat zakat seperti: hikmah zakat, fadlilah berzakat, harta yang wajib di zakati, peringatan bagi mereka yang tidak membayar zakat dan lain sebagainya.
Dalam hal puasa, yang ditampilkan adalah ayat-ayat tentang pensyari’atan puasa, waktu-wakyu  berpuasa, tujuan berpuasa, I’tikaf, hal yang membatalkan puasa dan lain sebagainya.
Dalam hal haji ditampilkan ayat-ayat yang terkait dengan pensyari’atan haji, waktu-waktu berhaji, larangan pada saat berhaji dan hikmah haji dan lain sebagainya.
Dalam ibadat yang paling terpenting adalah : keikhlasan, sesuai dengan syari’at atau petunjuk nabi Muhammad SAW karena tujuannya adalah mengetahui sampai sejauh mana seorang hamba menunaikan kewajiban keagamaannya dengan ikhlas.
b.     Mu’amalat yang menyangkut akad jual beli, gadai, hutang-piutang dan lain sebagainya termasuk hubungan antara sesama manusia dan alam semesta.
Dalam hal mu’amalat yang penting adalah seorang tidak boleh membuat kerugian kepada orang lain. Dalam mu’amalat syari’at islam lebih banyak memberikan patokan-patokan yang umum saja.
c.      Munakahat (hukum keluarga) seperti nikah, talak, rujuk, nafkah, menyusui, pemeliharaan anak dan lain sebagainya.
d.     Jinayat atau pidana seperti pidana pembunuhan dan pelukaan terhadap seseorang, hukum yang terkait dengan  hal tersebut. Dalam hal jinayat, islam ingin menegakkan keadilan bagi setiap individu maupun masyarakat. Namun demikian islam memberikan nilai lebih bagi mereka yang tidak ingin membalas.

c.     Peringatan-peringatan
Dalam persoalan peringatan yang dititik beratkan adalah nasib manusia baik di dunia maupun di akhirat nanti. Yang perlu dikemukakan adalah nasib kaum terdahulu yang mendapatkan sangsi dari Allah karena kedurhakaan mereka. Maka kisah para nabi dan kaumnya menjadi porsi yang terbesar dalam  hal ini. Yang penting untuk dikemukakan dalam hal ini adalah sebab-sebab kehancuran umat-umat terdahulu yang bisa dijadikan pelajaran bagi umat setelahnya.
Sebagai contoh ada beberapa penyebab tentang kehancuran umat terdahulu yaitu :
a.      Kejahatan ekonomi : sebagaimana kaum nabi Syu’aib yang mengurangi timbangan menyebabkan mereka dibinasakan oleh Allah.
b.     Kejahatan akidah: seperti pengakuan diri sebagai tuhan oleh Fir’aun  menyebabkan dirinya dan pengikutnya ditenggelamkan di laut merah.
c.      Kejahatan seksual: sebagaimana yang dilakukan oleh kaum nabi Lut  yang melakukan perbuatan sodomi, yang menyebabkan mereka di tenggelamkan oleh Allah dalam bumi.
d.     Ketakaburan: seperti  Qarun yang mengangap bahwa harta bendanya diperoleh karena kelihaiannya dalam menggarap bisnisnya, bukan karena anungerah dari Allah. Hal ini menyebabkannya ia dan pengikutnya dibinasakan oleh Allah dengan cara diambleskannya kedalam bumi.  
Dengan menampilkan intisari dari setiap pokok kandungan isi Al-Qur’an diatas, dengan poin-poin yang terpenting beserta hikmah dari pokok-pokok tersebut, diharapkan terserapnya inti ajaran Al-Qur’an pada para siswa. Bagi mereka yang ingin mengetahui intisari ajaran Al-Qur’an bisa melakukan hal-hal seperti diatas. Jika mereka ingin mengetahui lebih luas tentang isi kandungan Al-Qur’an, merfeka bisa membaca penjelasan setiap  pokok kandungan Al-Qur’an melalui kitab-kitab tafsir yang ada.



Penutup.
Pembelajaran terhadap Al-Qur’an harus terus dilakukan oleh generasi masa kini sesuai dengan kemajuan perkembangan teknologi yang ada. Semuanta dalam rangka memberikan kemudahan dalam mempelajari Al-Qur’an. Ternyata apa yang dikemukakan oleh Al-Qur’an bahwa mempelajari Al-Qur’an bisa dengan mudah telah dibuktikan kebenarannya oleh para penggiat metode-metode yang disebutkan diatas. Saatnya kita mengoperasikan metode-metode tersebut dalam ruang lingkup keluarga dan masyarakat.
                   PP Dar Al-Qur’an Kebon Baru
Arjawinangun Cirebon Jawa Barat
                   5 Maret 2011 M/29 Rabi’ul Awal 1432 H

TAFSIR BIL MA'TSUR DAN RELEVANSINYA.

TAFSIR BIL MA'TSUR  DAN RELEVANSINYA.
Oleh : Ahsin Sakho Muhammad
Makalah ini disajikan pada acara Workshop yang diselenggarakan oleh Divisi Tafsir Program Unggulan IIQ, kerjasama IIQ dan Depag, pada tanggal 21 Januari 2009 di IIQ Jakarta.

Al-Qur'an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk bagi segenap umat manusia.  Sebagai kitab petunjuk Al-Qur'an perlu dihayati  artinya (tadabbur) untuk selanjutnya dijadikan pedoman hidup bagi segenap manusia. Al-Qur'an sebenarnya telah dijadikan oleh Allah sebagai kitab yang mudah, baik dari segi pemahamannya maupun dari menghapalnya, namun demikian Al-Qur'an masih tetap memerlukan penafsiran karena beberapa hal, antara lain: Pertama : redaksinya yang ringkas, padat, tapi mempunyai kandungan yang demikian banyak. Kedua : banyak hal yang masih bersifat global (mujmal) yang masih perlu penjelasan lebih lanjut. Ketiga : kandungan sasteranya yang tinggi, memuat banyak kiasan, metaforis, dan lain sebagainya. Keempat : banyak ungkapan yang mempunyai beberapa kemungkinan arti.  Kelima : banyak ungkapan yang terkait dengan khazanah kebahasaan orang arab jahili.    Melihat beberapa faktor diatas Al-Qur'an masih perlu untuk ditafsirkan dan diberi komentar dan penjelasan agar bisa dipahami secara lebih  rinci lagi. Namun untuk menafsirkan Al-Qur'an tidaklah begitu mudah karena  diperlukan seperangkat alat dan informasi agar pemahaman terhadap Al-Qur'an lebih akurat lagi. Tanpa menggunakan perangkat yang diperlukan untuk menafsirkan Al-Qur'an, hasil penafsiran tidak mempunyai kredibilitas yang bisa dipertanggung jawabkan. Nabi bahkan mengecam mereka yang menafsirkan Al-Qur'an hanya dengan mengandalkan ra'yu (rasio) semata.
Sumber sumber Penafsiran Al-Qur'an.
Dalam menggali isi kandungan Al-Qur'an seseorang bisa menggunakan dua cara yaitu pertama dengan menggali dari sumber sumber yang ada sebelumnya. Penafsiran model ini disebut dengan penafsiran bil Ma'tsur. Kedua : dengan penafsiran bil Ijtihad atau bir Ra'yi, yaitu dengan menggunakan nalar seorang mufasir setelah melihat dari berbagai macam segi, antara lain segi bahasa. 

Tafsir Bil Ma'tsur.
Atsar adalah bekas, jejak atau peninggalan dari masa lalu. Piramid di Mesir adalah peninggalan dari dinasti Pharao. Candi Borobudur di Indonesia adalah peninggalan dari dinasti  raja yang mengikuti ajaran Budha Gautama. Perkataan Nabi dan para sahabatnya adalah peninggalan yang ditinggalkan oleh Nabi dan para sahabatnya dalam memahami ajaran islam. Tafsir bil Ma'tsur adalah menafsirkan Al-Qur'an dengan  penjelasan yang menyertai ayat yang sedang ditafsirkan. Termasuk didalamnya adalah dengan ayat Al-Qur'an yang lain atau dengan hadis Nabi, perkataan para sahabat Nabi dan perkataan tabi'in.  
Penafsiran satu ayat  dengan melihat ayat lain yang satu nafas dengannya adalah satu keharusan, karena apa yang dikemukakan dalam satu ayat secara global seringkali ada penjelasannya pada ayat lain. Seperti kisah  tent ang Nabi Musa pada satu surah di kemukakan secara ringkas sebagaimana pada surah an-Nazi'at, dijelaskan pada surah lainnya seperti pada surah asy Syu'ara', al-A'raf dan lainnya. Begitu juga dengan kisah penciptaan Nabi Adam.  

Tafsir Qur'an dengan Al-Qur'an
Penafsiran Al-Qur'an dengan Al-Qur'an mencakup tiga hal: Pertama: menafsirkan Al-Qur'an dengan ayat Al-Qur'an lainnya sebagaimana kisa Nabi Musa diatas. Kedua : menafsirkan Al-Qur'an dengan Qira'at lainnya yang sama sama mutawatir, seperti ada dua bacaan yang berbeda dan mempunyai makna yang berbeda pula tapi bisa digabungkan, seperti bacaan : ولاتقربوهن حتى يَطْهُرْن  dan  حتى يَطهَرْن. Bacaan pertama mengandung arti bahwa seorang isteri tidak boleh di gauli oleh suaminya sampai dia terhenti darah haidnya. Bacaan kedua member pengertian bahwa isteri tersebut tidak boleh di gauli sampai betul betul suci yaitu setelah mandi. Kedua bacaan tersebut bisa digabungkan yaitu isteri tersebut baru boleh digauli setelah darahnya terhenti dan telah mandi. Ketiga : menfasirkan ayat Al-Qur'an dengan Qira'at yang Syadzdzah. Qira'at Syadzdzah adalah bacaan yang tidak mutawatir dan tidak masyhur dikalangan ahli qira'at. Termasuk didalamnya adalah Qira'at yang diriwayatkan oleh satu atau beberapa orang yang tidak sampai mutawatir, atau tidak sesuai dengan Rasm Usmani. Contohnya adalah bacaan :
  (حافظوا على الصلوات والصلاة الوسطى صلاة العصر ). ( ليس عليكم جناح أن تبتغوا فضلا من ربكم فى مواسم الحج ) ( فمن لم يجد فصيام ثلاثة أيام متتابعات ) ( يا أيها الذين آمنوا اذا نودى للصلاة من يوم الجمعة فامضوا الى ذكر الله )
Bacaan bacaan tersebut bisa dijadikan bahan masukan bagi seorang mufasir dalam menafsirkan ayat ayat tersebut.  Abu Hayyan dalam tafsirnya "al-Bahr al-Muhith" selalu menyebut bacaan bacaan tersebut sebagai "Qira'at Tafsiriyah" atau qira'at yang berfungsi sebagai tafsir. Qira'at Syadzdzah walaupun tidak bisa dikatakan Al-Qur'an,  minimal bacaan tersebut berasal dari sahabat. Imam Abu Hanifah lebih mengutamakan riwayat sahabat walaupun berstatus ahad dari pada ra'yu. Oleh karena itu Abu Hanifah menggunakan qira'at syadzdzah dalam menetapkan satu hukum. Dengan demikian seorang mufasir perlu melihat qira'at lain yang terkait dengan ayat yang sedang ditafsirkan agar bisa mendapatkan tambahan informasi. 

Hadis Nabi.
Hadis Nabi merupakan sumber utama dalam memahami ayat ayat Al-Qur'an. Al-Qur'an sendiri telah memberikan justifikasi terhadap hal ini melalui Firman Allah :  ( وأنزلنا اليك  الذكر لتبين للناس ما نزل اليهم ). Imam Syafi'I mengatakan :  (جميع ما حكم به النبى صلى الله عليه وسلم فهو مما فهمه من القرآن )bahwa keputusan hukum Nabi adalah hasil ijtihad Nabi terhadap ayat ayat Al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai kitab hidayah banyak  memberikan pernyataan yang bersifat global saja. Allah memberikan kesempatan kepada Nabi untuk menjelaskan lebih jauh tentang apa yang dikehendaki oleh Allah dari ayat tersebut. Dengan demikian terjadi dialektika yang demikian harmonis antara Al-Qur'an dan Hadis Nabi.
Persoalan yang terkait dengan hal ini adalah bahwa pertama : apakah Nabi menafsirkan seluruh Al-Qur'an ? Ibnu Taimyah meyakini bahwa Nabi menjelaskan seluruh ayat Al-Qur'an. Tapi pendapat lain mengatakan tidak demikian. Menurut hemat penulis bahwa Nabi banyak melakukan penafsiran terhadap Al-Qur'an secara redaksional, tapi tidak semuanya. Karena dalam faktanya tidak semua ayat ada penafsirannya dari Nabi. Namun demikian Jika apa yang dilakukan oleh Nabi dari semua perkataannya, perilakunya adalah sebuah penafsiran terhadap Al-Qur'an, maka Nabi sebenarnya sudah menafsirkan keseluruhan Al-Qur'an sebagaimana apa yang ditegaskan oleh Al-Qur'an. Siti Aisyah sendiri mengatakan bahwa budi pekerti Nabi adalah persis sebagaimana apa yang dijelaskan dalam Al-Qur'an. Dalam arti lain Nabi adalah personifikasi Al-Qur'an atau Al-Qur'an yang berjalan.
Persoalan berikutnya adalah bahwa apakah sejumlah riwayat yang dikemukakan oleh penafsir yang beraliran al-Ma'tsur seperti Ibn Katsir adalah memang penafsiran Nabi terhadap ayat ayat tersebut atau hasil ijtihad penafsir sendiri yang berusaha mensingkronkan antara hadis Nabi dan ayat yang ditafsirkan. Menurut hemat penulis, tidak semua hadis yang dibawakan Ibn Katsir adalah memang penafsiran Nabi terhadap ayat tersebut secara redaksional, tapi lebih pada ijtihad seorang Ibn Katsir yang melihat adanya persesuaian antara ayat dan hadis tersebut. Ibn Katsir setelah melihat hadis hadis tersebut dari sumbernya mempunyai kesamaan dengan nafas ayat yang sedang di tafsirkan. Walaupun demikian kita perlu memberikan apresiasi yang tinggi terhadap Ibn Katsir yang melakukan ijtihad yang bermanfaat ini. Karena bagi penafsir berikutnya tidak perlu lagi mencari hadis hadis nabi dari sumber rujukan. Apalagi Ibn Katsir sebagai seorang pakar hadis, mampu membedakan mana hadis yang sahih dan yang tidak.
Persoalan berikutnya lagi adalah apakah penafsiran Nabi terhadap satu ayat Al-Qur'an adalah satu satunya penafsiran terhadap ayat tersebut ?atau salah satunya saja? Menurut hemat penulis, jika penafsiran tersebut menyangkut  nama seseorang atau sesuatu yang tidak bisa ditelusuri oleh ijtihad, maka penafsiran tersebut adalah satu satunya. Namun jika ungkapan Al-Qur'an masih menyimpan banyak kemungkinan arti, maka penafsiran Nabi adalah salah satunya saja. Dengan demikian masih ada ruang gerak bagi mufasir untuk mengeksplorasi ayat tersebut secara lebih luas lagi. Sebagai contoh : kata  ( المغضوب عليهم ) ( الضالين ) dijelaskan oleh Nabi sebagai  Yahudi dan Nasrani. Namun yang dibenci oleh Allah adalah bukan tertuju kepada kedua kelompok diatas, tapi kominitas mana saja yang bersikap seperti kedua kelompok diatas.
Jika penafsiran Nabi merupakan sumber utama, maka unsur ke hati hatian dalam meghadirkan teks  hadis merupakan satu keharusan. Sebab boleh jadi hadis yang ada mempunyai kwalitas yang tidak memenuhi standar. Boleh jadi riwayat yang ada bukan berasal dari sumber yang bisa dipertanggung jawabkan, seperti berasal dari sumber Yahudi dan Nasrani (israiliyat). Boleh jadi adanya ketidak tepatan dalam menempatkan antara ayat dan hadis, karena  situasi dan kondisi yang berbeda.
Perkataan Sahabat.
Perkataan sahabat Nabi termasuk sumber yang layak dijadikan rujukan )oleh para mufasir, mengingat mereka adalah orang yang mengetahui situasi dan kondisi pada saat ayat ayat Al-Qur'an diturunkan. Namun perlu dijelaskan disini tentang perkataan sahabat ini.
a.Jika pernyataan mereka terkait dengan segi kebahasaan, maka perkataan mereka layak untuk diterima mengingat mereka adalah orang arab asli yang sangat tahu tentang seluk beluk bahasa arab.
b.Jika pernyataan mereka berkaitan dengan sabab nuzul, maka informasi ini sangat berharga untuk dipelajari untuk memahami kandungan ayat yang sedang ditafsirkan.  
c.Jika berkaitan dengan sesuatu yang tidak bisa ditelusuri melalui ijtihad  (ما لامجال للرآى فيه ), juga di terima, karena mereka pasti mendapatkannya dari sumber yang valid yaitu dari Nabi.
d.Jika pernyataan mereka terkait dengan pemahaman mereka terhadap ayat Al-Qur'an, dilihat dulu, jika ada kesepakatan diantara para sahabat, bisa diterima. Jika tidak ada kesepakatan, maka kita boleh memilih salah satu diantara pendapat mereka. Tapi yang jelas tidak ada perkataan yang saling bertentangan, tapi lebih pada perbedaan pendapat yang bisa ditoleransi. Pemahaman para sahabat terhadap ayat Al-Qur'an sangatlah berarti mengingat tingkat ketakwaan mereka yang tinggi, pengetahuan mereka tentang seluk beluk bahasa arab, dan kedekatan mereka dengan Nabi. Sekali lagi pemahaman mereka terhadap ayat Al-Qur'an adalah salah satu saja dari sekian banyak pemahaman yang bisa diambil dari satu ayat. Masih banyak lagi pemahaman lain yang bisa digali dari satu ayat  selama redaksi yang ada masih memungkinkan pemahaman yang lain. Karena –sebagaimana penjelasan terdahulu- bahwa Al-Qur'an dengan redaksi yang sedikit mempunyai kandungan arti yang banyak. 

Perkataan Tabi'in.
Perkataan tabi'in masih diperselisihkan diantara para ulama, apakah bisa untuk menafsirkan Al-Qur'an atau tidak ? banyak ulama yang menggunakan perkataan tabi'in untuk menafsirkan Al-Qur'an. Dalam realitanya hampir seluruh tafsir bil ma'tsur menggunakan tafsir tabi'in. bahkan penulis bisa mengatakan bahwa pada masa tabi'in ilmu tafsir berkembang dengan pesat. Terutama murid murid Abbas seperti Mujahid, Sa'id bin Jubair, "Atha' bin Abi Rabah dan lainnya.  Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya riwayat dari tabi'in yang secara kwantitas jauh melebihi dari tafsir dari generasi sahabat.  Tabi'I juga mempunyai keberaniaan untuk memberikan komentar (penafsiran) terhadap ayat ayat Al-Qur'an. Jika tafsir dari kalangan tabi'in tidak dijadikan rujukan maka kita akan kehilangan banyak sekali informasi tentang tafsir.
Restrukturisasi Tafsir Sahabat dan Tabi'in.
Pada saat ini kita bisa mereview tafsir sahabi dan tabi'I yaitu dengan mengumpulkan kembali riwayat dari mereka melalui tafsir tafsir bil ma'tsur yang ada saat ini seperti tafsir Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim, Ibn Katsir dan lain sebagainya. Fuad Sizkin dalam kitabnya "tarikh at-Turats al-'Arabi" memberikan metode penelusuran ini yaitu melaui sanad yang bermuara pada mereka. Sizkin bahkan bisa menghitung jumlah riwayat dari generasi sahabat dan tabi;in dalam angka. Persoalannya adalah perlunya melihat kembali kesahihan sanad sanad tersebut. Karena tidak semua sanad mempunyai kwalitas yang sama.  Sanad tafsir Ibn Abbas sendiri mempunyai sanad yang cukup banyak. Dari sanad sanad tersebut hanya beberapa saja yang sahih seperti riwayat Ali bin Abi Talhah.  Dengan metode ini kita bisa melihat kembali tafsir sahabi dan tabi'I secara lebih komprehensip.

Signifikasi Tafsir bil Ma'tsur.
Pada saat ini tafsir bil ma'tsur masih tetap signifikan untuk dijadikan referensi dalam menafsirkan Al-Qur'an dan bahkan menjadi rujukan utama, mengingat tafsir tersebut merupakan informasi awal dari tangan pertama dan kedua terhadap ayat Al-Qur'an. Hal ini sudah tentu sangat signifikan.  Hanya saja mufasir masa kini tidak saja mencukupkan diri dengan riwayat riwayat tersebut tapi perlu mengembangkan pemahaman terhadap ayat ayat Al-Qur'an dengan memperhatikan perubahan yang ada pada masyarakat, nilai nilai abadi dan universal  yang ada pada satu ayat. Mufasir bil ma'tsur juga perlu menyeleksi riwayat yang ada. Pengertian seleksi disini bisa berarti dari segi kwalitas riwayatnya atau dari ketepatan menempatkan satu riwayat yang signifikan dengan ayat yang ada. Banyaknya riwayat yang ada bukan berarti semuanya bisa ditampilkan, tapi hanya beberapa riwayat yang signifikan untuk ditampilkan.
Mufasir masa kini juga tidak bisa mencukupkan diri dengan riwayat yang ada. Tapi perlu juga menggunakan tafsir birra'yi yang bisa dipertanggung jawabkan. Kedua metode penafsiran tersebut tidak boleh dipertentangkan, tapi malah justeru harus saling sinergi antara keduanya. Tafsir generasi salaf sangat menjunjung nilai nilai agama dan etika. Inilah yang perlu dijadikan pegangan bagi penafsir masa kini.
Mufasir masa kini dituntut untuk selalu mencari sisi hidayah dari ayat ayat Al-Qur'an, menghindarkan dari persoalan keilmuan yang bertele tele yang bisa memalingkan pembacanya dari hidayah al-Qur'an. Persoalan keilmuan bisa dilakukan selama penjelasan tersebut akan membantu dalam memahami ayat yang sedang di tafsirkan. Tidak sampai kepada uraian panjang lebar yang tidak ada kaitannya dengan ayat yang sedang di tafsirkan.
Penutup.
Dari uraian diatas bisa disimpulkan beberapa hal :
Pertama : Tafsir bil Ma'tsur masih tetap televan untuk dijadikan rujukan dalam menafsirkan Al-Qur'an masa kini.mengingat  tafsir bil ma'tsur merupakan bahan yang sangat berharga dalam memahami Al-Qur'an.
Kedua : untuk menggunakan tafsir bil ma'tsur perlu menyeleksi riwayat yang ada dari segi kwalitasnya. Jangan sampai menggunakan riwayat yang lemah.
Ketiga: menghindarkan diri dari israiliyat kecuali dalam persoalan yang tidak menyentuh ajaran agama islam, seperti tentang data sejarah dan hal yang seperti itu.
Keempat: tafsir bil ma'tsur bukanlah satu satunya penafsiran terhadap Al-Qur'an tapi hanya salah satu dari berbagai makna yang terkandung di dalam redaksi Al-Qur'an. Dengan demikian mufasir masih mempunyai gerak lebih luas dalam mengambil makna dari ayat Al-Qur'an.
Kelima: penafsir perlu melihat nilai nilai hida'i yang terkandung pada tafsir bil ma'tsur untuk menatap masyarakat masa kini, sebagai langkah untuk memberikan pencerahan dengan nilai nilai tersebut.
Keenam: riwayat yang ada tidak mesti di tuangkan semuanya, tetapi dipilih mana riwayat yang signifikan untuk dikemukakan dalam menafsirkan ayat dan mana yang tidak.