Minggu, 06 Maret 2011

AL-QUR’AN DAN MASYARAKAT GLOBAL


Oleh : Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad

Seperti kita ketahui bersama bahwa Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah SWT lebih dri 15 abad yang lalu. Sebagai sebuah kitab suci  yang membawa pesan-pesan kependidikan, maka Al-Qur’an mempergunakan kiat-kiat yang sangat humanis. Pesan-pesan yang dibawanya pun demikian pula. Salah satu kiat yang dilakukan adalah dengan mengikuti alur perkembangan dan dinamika masyarakat yang mempunyai watak yang khas yang sudah terstruktur sedemikian rupa. Alam yang gersang dan ganas sangat mempengaruhi watak mereka yang dikenal keras dan pemberani. Dari segi ilmu pengetahuan, mereka sangatlah tertinggal dari umat yang ada disekitar semenanjung Arabia seperti umat Romawi dan Parsi. Namun demikian Al-Qur’an mampu membawa mereka dengan cara-cara yang sangat bijak. Sehingga mereka pada akhirnya tumbuh menjadi masyrakat yang disegani dan mampu untuk memimpin dunia selama berabad-abad. Dengan demikian kepiawaian Al-Qur’an telah terbukti pada masa lalu.

Perubahan pola kehidupan masyarakat.
Pada saat ini kehidupan masyarakat telah banyak berubah dari semula masyarakat agraris yang mempunyai cirri-ciri sangat bersahaja, sangat bersahabat dengan alam sekitar yang dari situlah munculnya banyak takhayyul, banyak toleransi dengan persoalan waktu, namun semangat gotong-royongnya tinggi menuju ke sebuah masyarakat industry dan sekarang masyarakat informasi yang mempunyai cirri-ciri berfikir inovatif, rasional, konseptual, sistematis, spesialis, mobilitas yang tinggi, sangat menghargai waktu, penuh persaingan dan transparan. Namun hal-hal tersebut membawa konsekwensi tersendiri yaitu kehidupan yang individualistis, materialistis, hedonis, semangat gotong-royong yanng kurang dan lain sebagainya. Pada sisi yang lain kita melihat masyarakat sudah memasuki dunia global, dimana batas-batas territorial Negara menjadi sangat tipis, orang bisa sangat leluasa bepergian kemana saja dengan cepat, dan bisa mendapatkan  informasi apa saja dengan cepat. Jadilah masyarakat pada satu negara bagaikan komunitas pada sebuah kota atau desa. Menjadi penduduk bumi pada masyarakat global mempunyai konsekuensi sendiri. Salah satu diantaranya adalah kasus-kasus yang pada masa lalu dianggapnya sebagai kasus local, kini  diangkat menjadi kasus internasional, seperti persoalan HAM, pelestarian lingkungan, pluralitas manusia, kesetaraan gender dan lain sebagainya. Menghadapi masyarakat yang penuh dengan perubahan yang sangat menonjol ini, apa kontribusi Al-Qur’an dan apa peran Al-Qur’an? Jawaban dari pertanyaan ini adalah kita harus merumuskan dan mempetakan unsur-unsur yang paling inti dalam Al-Qur’an dan unsur manusia yang menjadi pelaku kehidupan itu sendiri.

Hakikat Manusia
Jika kita melihat manusia sebagai manusia, maka pada dasarnya manusia dimanapun dan sampai kapanpun tetaplah manusia yang mempunyai watak yang sama. Faktor geografis memang mempengaruhi watak pribadi manusia. Manusia Indonesia terkenal dengan perangainya yang ramah, tidak cepat emosional, karena alam Indonesia yang demikian indah karena tanah mereka gersang dank eras. Betapapun demikian, namun watak dasar manusia itu sendiri tidak akan hilang dari dirinya. Ketika kita menyimak cerita tentang umat masa lalu kita jumpai mereka adalah manusia biasa yang sama dengan kita. Mereka mempunyai kecenderungan  kepada kebaikan dan keburukan. Akan halnya dengan kebudayaan mereka yang sebagian sudah sedemikian maju dan sebagian lagi terbelakang. Semuanya itu hanyalah pembungkus luar saja. Kemajuan satu peradaban bukanlah unsur yang paling signifikan untuk mengukur kebaikan komunitas manusia. Sebagai ilustrasi adalah bahwa banyak umat terdahulu yang mempunyai kemajuan dalam bidang ekonomi dan budaya, sebagaimana kaum Tsamud, ‘Ad, orang-orang kenamaan seperti Raja Fir’aun, Qarun dan lain sebagainya. Namun karena mereka lalai dari pesan-pesan Allah, mereka tidak termasuk ranking umat pilihan. Namun sebaliknya masyarakat yang relatif terbelakang dari segi ekonomi dan budaya yang dipimpin oleh Nabi Muhammad, adalah masyarakat yang termasuk ranking tertinggi (Khaira Ummah) diantara umat-umat yang terlahir ke muka bumi ini. Jadi ukuran yang signifikan untuk melihat baik tidaknya satu komunitas masyarakat, dalam pandangan Al-Qur’an, adalah kesanggupan masyarakat tersebut menerima pesan-pesan Allah sebagai acuan kehidupan mereka.

Inti Ajaran Al-Qur’an.
Inti ajaran Al-Qur’an sebenarnya sangat rasional dan humanis dan cocok untuk semua lapisan masyarakat dalam dimensi apapun. Baik masyarakat pedalaman maupun masyarakat perkotaan. masyarakat agraris maupun masyarakat industry. Sebabnya adalah bahwa :
Pertama : Al-Qur’an bersumber dari Allah yang Maha mengetahui tentang seluk beluk dan watak makhluk ciptaannya yang bernama manusia.
Kedua : Allah adalah bersifat Rahman dan Rahim yang tidak menginginkan kesulitan pada makhluknya, tetapi justru ingin memberikan kebahagiaan kepada mereka melalui aturan-aturan yang telah dibuatNya. Peraturan-peraturan tersebut bersifat mendunia, universal yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat dunia.
Ketiga : Peraturaan-peraturaan tersebut bersifat baku, normatif, dan masih banyak yang global, kecuali hal-hal yang dirasa perlu, seperti hukum waris, tidak memasuki wilayah yang menjadi garapan manusia, agar mereka bisa lebih banyak mencurahkan akal pikiran mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sendiri.
Keempat : Tidak ada satupun dari ketentuan yang dituangkan oleh Allah dalam Al-Qur’an mengandung unsur kelemahan, sehingga perlu dikoreksi dan dirubah.
Ada dua unsur yang sangat penting yang selalu ditekankan oleh Al-Qur’an dan sebenarnya kedua unsur inilah yang menjadi inti dari semua ajaran langit termasuk Al-Qur’an. Dua unsur itu adalah keimanan dan amal saleh. Keimanan adalah bentuk pengakuan manusia terhadap Allah yang menciptakan mereka. Hal ini merupakan landasan ideologis dari sebuah kehidupan. Tanpa dasar ini, maka kehidupan menjadi tidak bermakna. Konsekuensi dari term ini mereka harus mengabdi kepada Allah dengan penuh pengabdian. Amal saleh adalah bentuk hubungann manusia dengan sesama mereka dalam satu ikatan yang dijalin dengan semangat kemanusiaan. Mereka mempunyai nasib dan tugas yang sama untuk mengelola bumi dengan sebaik-baiknya. Perbedaan diantara manusia baik dari segi bahasa, warna kulit, bahkan agama, bukanlah menjadi penghalang untuk menciptakan sebuah jalinan yang harmonis antara sesame umat manusia. Kedua persoalan ini hendaknya menjadi titik singgung yang relevan bagi kerjasama semua pihak.
Dalam Al-Qur’an sendiri banyak dibahas tentang dua unsur diatas. Ayat yang berisi bahwa keimanan dan amal saleh akan membawa seseorang menuju surga firdaus (QS. Al-Kahfi : 107). Dengan keduanya seseorang akan mendapatkan pahala yang tida putus-putusnya (QS. At-Tin : 6) juga mereka bukan termasuk golongan yang merugi (QS. Al-Ashr : 3). Di dalam dunia mereka bisa mendapatkan kehidupan yang “Thayyibah” atau baik/sejahtera lahir maupun batin (Qs. An-Nahl : 97). Mereka tidak akan merasa takut akan peristiawa yang akan datang, dan tidak akan bersedih karena tindakan mereka di masa lalu (Qs. Al-Baqarah : 62 ) dan lain sebagainya.
Jika kedua unsur ini bisa disepakati oleh semua pihak, maka langkah-langkah berikutnya adalah menampilkan tawaran-tawaran Al-Qur’an untuk dijadikan sebuah pilihan alternative bagi pemecahan persoalan-persoalan kemanusiaan. Basisnya adalah pada nilai-nilai universal yang dibawa-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar